Pesta Sunat Amat Meriah
Acara tanpa persiapan itu seperti pesta tanpa makanan, semua jadi hampa.
Selamat datang si Amad yang baru! Sun selamat datang, wahai si Amad, burungnya cepat besar, amin amin. Selamat datang si Risma yang baru! Pesta, wahai si Amad, burungnya cepat besar. Amin, wahai si Risma, semoga untung banyak.
Musik mengalun, namun suasana terasa hening. "Acaranya kok hening kayak gini lagi?" tanya Sri. "Acaranya rupanya loh, paau kul," jawab yang lain. "Kok balik nanya ya? Kau yang punya acara, kayak mana?" Sri bingung. "Ah, bingung aku Sri, apalagi habis Sin. Enggak ada yang mandu apa-apa, semua aku sendiri. Lo, kau pun berani kali bikin acara enggak pakai MC," keluhnya. "Oalah, makanya kalau apa-apa itu pakai MC lah, ditulis gitu ada rondonya. Ya udah, mainkan keyboard aja biar enggak kosong."
"Mainkan aja, L," kata yang lain. "Tapi keyboard-nya belum siap, Kak. Hantu masih dandan," jawab Kak Iki. "Angel, soale! Oalah, lama kali pun dandannya. Coba semalam itu kok pesan hantunya betulan. Ris, gak perlu didandan. Lagaki nanti kalau kupesan hantu betulan, Sri gak bisa bedakan orang ini mana aku mana hantu."
"Apagi kami berdiri di sini sampai malam, kayak mana?" tanya yang lain. "Ya udahlah, mainkan aja. Tepung tawar, kalian bisa nyanyi kan?" "Kalau nyanyi bisa, Kak. Tapi gak ada bunga sama air pandannya untuk tepung tawar." "Udah gampang itu, nyanyi aja dulu. Kelen Sri ambil air segayung, aris dirincis-rincis. Hai tepung tawar pada si Amat yang lagi sunat. Semoga bahagia di pelaminan."
"Semoga bahagia, k. Bah di pelaminan," sambung yang lain. "Tiap hari ini ajalah kerjaanku, orang yang punya jambu, sampahnya aku yang nyapu." "Eh, meni enggak undangan kau tempat si Risma?" "Ih, enggaklah Kak, malas." "Eh, Cil, kenapa nih? Malas aku, Kak. Pelit kali si Risma itu. Masa waktu rewangan aku mau makan pakai ayam aja enggak dikasih."
"Udahlah, merajuk aku. Eh, masa sampai segitunya dia pelit sama kau? Nanti mengada-ngadanya kau." "Ih, enggak mengada-ngada, l. Aku ngomong, Kak. Kalau Kakak enggak percaya, tanya aja sama Wenda. Wam marlibu pun ada saksinya di situ. Padahal Kak, dari pagi aku bantuin. Aku juga yang buat ayam semur itu, tapi mau ngambil sepotong aja enggak dikasih. Dia langsung diangkat sama dandang-dandangnya. Sakit kali hatiku, di mana otak dia?"
"Cobalah, eh kok gitu pula sifat si Risma itu ya?" "Eh, tapi ku tengok akrabnya kelen. Kami memang akrab, Kak. Tapi makanan enggak jadi." "Kakak mau undangan tempat Risma ini?" "Eh, iyalah. Ni kok mau Kakak undangan tempat dia? Apa enggak ingat Kakak si Ali itu waktu sunat Risma gak datang? Kakak bilangin lagan pun gak datang juga, l. Dia bodoh, Kakak." "Eh, iya juga ya. Ecel gak datang dia waktu pesta si Ali. Ku bilang ni suruh laganaknya datang."
"Itulah, Kak. Kakak mau nyumbang berapa rupa dia?" "Eh, udah kuisi amplopku ini nih, ah limpol." "Ih, ya Allah, sayang kali limpol, Kak. Ggak usah lah, Kak. Agak pelit itu orangnya. Bagus kita makan bakso aja tanpa Wina." "Eh, iya juga ya. Ni ayo lah, pengin juga n aku bakso ini. Tapi bayarin aku, Kak. Aku enggak ada duit." "Udah gampangnya itu, ayo naik kau ya, Kak." "Eh, salah kau duduknya. Ini ini sebelah sini ni." "Eh, gitu pula lagi, salah enak pemandangan ini."
"Eh, agak lain. Kom, ini ini punya aku, ini punya aku, ini punya aku. Jangan pegang-pegang aja!" "Belilah, Mak. Beli balon, Mak." "Eh, gak dijual itu, Bang. Balonnya gak dijual kan, Bang?" "Ya dijual lah, Kak. Kalau gak ngapain aku di sini." "Mak, beli baru lah, Mak. Beli, Kenapa, Mak?" "Ah, Wak ini pun gak bisa. Jajak kerja sama berapa balonnya satu, a dimpol, Kak." "Wih, mahal kali. Mau enggak ya?" "Udahlah."
"Kak, cantiknya ini punya n balonmu, jaajen aja." "Iya." "Woi, yang mana kalian mau beli?" "Eh, apa ini, hah? Rame-rame." "Udah ada izin kau jualan di sini, Boy?" "Hah? Belum, Bang." "Eh, belum ada izin. Kok berani kau jualan balon di sini, Boy? Kok bisa?" "Hah, udah biasa itu, Bang. Namanya tempat pesta, pasti ada tukang balon." "Boy, kalau kau mau jualan di sini, izin dulu. Nyari masalah sama aku ini." "Alah, Bang. Masa jualan Kak kayak gini aja harus izin? Biasanya aku tempat kampung.
Jangan anggap remeh izin jualan, setiap tempat punya aturannya sendiri.
Di sebuah tempat, terdengar percakapan antara beberapa orang. Salah satu dari mereka, Kak, bertanya, "Bang ya dijualah Kak kalau gak ngapain?" Kemudian, aku menjawab, "Aku di sini." Lalu, Mak menyarankan, "Mak beli baru lah Mak beli." Ah menanggapi, "Wak ini pun gak bisa Jajak kerja."
Salah satu dari mereka bertanya, "Sama berapa balonnya satu a dimpol Kak?" dan Kak menjawab, "Wih mahal kali mau enggak ya." Setelah itu, Kak melanjutkan, "udahlah." Lalu, Kak menambahkan, "Cantiknya ini punya n balonmu jaajen."
Di tengah keramaian, seseorang bertanya, "Woi yang mana kalian mau beli eh apa ini?" dan Kak menjawab, "hah rame-rame." Namun, ada yang mengingatkan, "udah ada izin kau jualan di sini Boy?" Hah menjawab, "Belum bang eh belum ada izin."
Dengan nada marah, seseorang berkata, "Kok berani kau jualan balon di sini boy kok bisa?" Lalu, Kak menjelaskan, "Hah udah biasa itu bang namanya tempat Pesta Pasti adalah tukang balon Boy." Ia menambahkan, "Kalau kau mau jualan di sini izin dulu."
Seseorang yang lain menanggapi, "Nyari masalah sama aku ini alah bang." Kak merasa heran dan berkata, "Bang masa jualan Kak kayak gini aja harus izin? Biasanya aku tempat Kampung lain aja enggak ada izin boy."
Namun, Kak menjelaskan, "boy beda kampung beda aturan." Ia melanjutkan, "jangan kau pukul rata kau gak tahu aku pakai baju apa ini." Lalu, ia menegaskan, "hah ggak tahu kau gak tahu aku baju apa itu kau enggak tahu."
Dengan nada serius, Kak menambahkan, "kok koncet ini ormes terbesar di Medan yang paling ditakutin cabot k cabot." Seseorang yang lain bertanya, "Ih kok abang nguser orang nih mau beli?"
Di sisi lain, percakapan berlanjut dengan Kak yang mengingatkan, "sini rp.000 Bilanglah kalau mau duit." Ia melanjutkan, "nah gitu Kenapa kau dari tadi aku capek lagi marah-marah aku ya kan Boy."
Dengan nada lebih tenang, Kak berkata, "sebetulnya gak mau marah-marah tapi kau mancing-mancing emosiu aja." Ia menambahkan, "katanya ini wilayahku nanti kalau ada apa-apa ngomong aja sama aku ya."
Selanjutnya, Kak mengingatkan, "kau jualan bagus-bagus kok jangan maksa-maksa orang untuk beli apalagi anakanak." Ia mengucapkan terima kasih, "Makasih ya."
Kemudian, percakapan beralih ke situasi lain, di mana seseorang bertanya, "Mau beli Ken mana duit kalien?" dan Kak meminta, "Heh Cepatlah ngelapnya itu Tamunya udah banyak."
L menanggapi, "Muna nasinya habis." Oalah merasa bingung, "kok habis sih tunggu." Lalu, Muna menambahkan, "kok kalau ngomong sambai nangis aja."
L berusaha menjelaskan, "Muna biar gak sakit kupingku ini kok bisa Hen padahal bwo tadi baru minta nasi satu baskom."
Dengan nada frustasi, Hen berkata, "Ini masa habis lagi kok Yang betul Hen Gak tahulah m pening l aku kok tahulong."
L kemudian menyarankan, "Makanya kok bilanglah sama rismaen kalau tamu-tamu itu ngambil nasi banyak dibatasin sikit aja." L melanjutkan, "bilang ini stok kita tinggal sikit loh nasinya nanti aku pergi masak lagi."
L mengeluh, "masak lagi capek aku luculah kuna." Namun, Hen menanggapi, "Masa orang undangan mau makan dibatasi biar kau tahu ya Hen ini masih jam 11."
L mengingatkan, "nasi kita tinggal dua tremos kalau kayak gitu terus jam pun G habis ini nasinya."
L berusaha menyampaikan, "Makanya bilang sama Risma dibatesin kau pun ah orang dapur gak tahu ya udahlah nanti ku bilang sama rismauna minta Nas sih Abes itu di depan."
Di tengah keramaian, terdengar musik, dan seseorang berkata, "Iya bu ah amat senyum." Ya senyum Bu dan senyum nah gitu menjadi bagian dari suasana.
Kemudian, mereka bersiap untuk berfoto. Dik diminta untuk "geser dulu ya Bentar ya." Setelah itu, Dik diminta untuk "nunduk sikit."
Dengan semangat, mereka berusaha berpose, "Oke Tan ya Bu senyumnya ya yuk 1 2." Namun, Dik mengeluh, "aduh nimbo lagi."
Akhirnya, Kak mengingatkan, "udah bagus loh ini padalan fotonya." Mereka pun berusaha untuk berfoto dengan baik.
Di akhir percakapan, seseorang bertanya, "Bang ap punya kalian ini bayoh?" dan Kak menjawab, "Mana ada pula hantu siang-siang muncul."
Dengan nada bercanda, Kak menambahkan, "matikan Bang apa BAAK bilang Bisa pula hantu siang-siang kayak gini."
L menanggapi, "Muncul yang paya kalian." Dan Kak menjelaskan, "Eh oah kampung gak ngerti gimik kau yang Kampung bayoh kurang wawasan."
Dengan nada santai, Kak menutup percakapan, "itu pikiran kau mana ada pula hantu datangnya si siang eh yang ada siang-siang itu tungan kredit."
Akhirnya, mereka semua tertawa dan melanjutkan kegiatan mereka.
Life's too short to let problems weigh you down; sometimes you just need to laugh it off and enjoy the moment.
Tolong, mau nangis aku. Aku capeklah. Ada aja masalah. Habis itu, telnya habis yang sukaan. Ini, atuanya di anda dengan satu judul lagu pada malam Jumat Kliwon. Mainkan, Bang. Apa punya kalian ini, bayoh? Mana ada pula hantu siang-siang muncul. Matikan, Bang. Apa BAAK bilang? Bisa pula hantu siang-siang kayak gini muncul? Yang paya kalian. Eh, oah kampung, gak ngerti gimik kau. Yang kampung bayoh kurang wawasan. Itu pikiran kau, mana ada pula hantu datangnya siang. Eh, yang ada siang-siang itu tungan kredit. Hei, kau tahu hiburan gak sih? Nenek celat tahu aku, bayoh, tapi enggak teribuk sikit pun sama kalian. Eh, apao ini? Udahlah, Wai, jangan dilawani. Udah, Bang, mainkan aja musiknya. Langsung usir aja dia. Ganggu orang kerja aja di sini. Usir dia, usir PGI kau sana. Pergi ganggu aja kau, ehh kuntilanak gadungan. Kalau mau, Koja kau jangan bersekutu sama setan yang halal. Bikin bodoh kau. Kita yuk. Kau pikir aku gak berani sama kau? Ayo, kau pikir takut aku? Ayo, naik sini kau.
Gak usahong kayak gitu. Udah aja, gak usah bak. [Musik] Komen segini cukup satu centong lagiah. Kak, lapar kali aku nih. Nah, mantap. Kasihlah sayurnya banyak kali. Permintaan kau ayamnya dua ya, kak, sama tahu gorengnya banyak. [Musik] Sikit rendangnya lah, kak. Masak pesta gak ada rendang? Ada-ada aja, gak ada. Habis, pelit kali pun rakus kali. [Musik] Pulang lewat kuburan, akuih ya. Makasih. Makasih. Mana C kok sendiri di rumah sakit? Dia Batman, makanya datang sini. Sendirian pun, am yang popnya. Ya udah, makanlah dulu, Cik. Makan, kam. Makasih. Iya, makasih. [Musik] Bu, sikit kali yang datang. Padahal banyak l yang kuundang, Kak. [Musik] Kursinya di mau nikah ya? Kan nikah pula manaku. Kayak kau udah cantik, l mat kayak lu. [Musik] Cintu milip an kau tuh. Milip kuyangnya banyak kali. Ind, minta 20 boleh? Iya, aku yang sunat berdit semua. [Musik] Mak dikih. AMB pelitaku. Panjangarinya panjang, bot asnya. Jiangan semua. Merinding, Bul. Ah, manalah tukang parkirnya nih, payah kali ngeluarinya. [Musik] Ah, terus, terus, terus. Masuk terus. Udah mau pigi, aku baru muncul kau. Ya maafah, Abangku ngambil makan. Aku tadi lapar. Kalian dari pagi gak ada makan, awak. Bang, mantap ih, Jali tangan.
Baiklah, satu tembang telah berlalu pada malam Jumat Kliwon, dan selanjutnya pocong yang akan bernyanyi. Teman Matua ya, bang si. [Tepuk tangan] [Musik] Aduh, eh, bantu pocongnya itu, kasihan. Udah, biarin aja, Kak. Lali dia pula. [Musik] Lpatlompat jadi, Kak. Mana dia berdirinya? Bisa bangun. Poak punya. [Tepuk tangan] [Musik] Kaki, ih, banyak kali kau ngambil sayurnya. Semuasemua masuk ke piringmu. Ah, nanti yang lain gak kebagian. Loh, ke mana orang undangan? Kok dimarahin? Nanti gak habis kau itu aja, kueu, belum kau sentuh. Udahlah, n gak jadi aku makan. Gak usah, gak habis. [Musik] Kami ang, C, makan lagilah. Sudah, sudah. Cukup. Sudah kenyang. Saya tadi tambah-tambah lah. Eh, kalau gitu pulang. Terima kasih undangannya ya. Iya. Cek loh, cek amplopnya mana. Ha, oek tidak kasih lop lagi ya, Ris. Soalnya kemarin itu kan kasih sama amat cepek. Ha, itulah dia, oe. Engg, tak waktu lu belanja di grosin, oe. Gitu, pulang ya. Dadah.
Ih, kayak mana mau balik modal kayak gini? C, as enggak ngasih. Mak Beti pun enggak nampak batang hidungnya. Ah, sementara itu, yang awak harapkan, Kak, balik aku ya. Eh, tunggu dulu. Ih, makan kau tadi banyak kali loh. Piringmu pun penuh. R.000 kau kasih. Kayak mana, Kak? Itulah sanggupnya aku. Nyumbang, udah ya, Kak, selamat. Ah, gak ada yang jelas orang ini. Semua. Heh, siapa kalian? Nanti yang ngasih amplop R.000 jangan ada yang makan ya. Kalian pikir ini semua gak pakai modal? Hah, hancur pestaku. Kalian buat hancur. Makan banyak, nyumbang cuman R.000. Gak ada otak kalian semua. Naku mau cari rumah. [Musik] Murah, tanya sama Betah. [Musik] Kaliin, nanti kalau udah siap semua, keadaan kosong, kau ambil ini ya. Beauty short makanan pelaminanot gitu untuk di awal. [Musik] [Musik] [Musik] [Tertawa] Lompat-lompat. Ayo, main sini. Naik kau. [Musik] [Tepuk tangan] [Musik] Aduh, ya udah berdiri. K, berdiri. K, mau foto, Bang. Fotokan, Bang, biar cepat. [Musik] [Musik]